Nama : Rizky Nailuvar
Kelas : 4EB05
NPM : 26210179
Pelanggaran etika bisnis di era globalisasi ini merupakan hal yang wajar dan biasa saja.Besarnya perusahaan dan pangsapasar, tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran etika berbisnis sekalipun telah diawali dengan ketatnya peraturan.Banyak pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh para pembisnis yang tidak bertanggungjawab.Hal ini membuktikan terjadinya persaingan bisnis yang tidak sehat dengan tujuan untuk menguasai pangsapasar dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemajuan perusahaan tanpa memperdulikan etika berbisnis.Dengan demikian, untuk mewujudkan bisnis yang sehat, maka etika dan norma bisnis harus dijalankan tanpa harus menghalalkan segala cara bahkan mengorbankan lawan bisnis.
Kelas : 4EB05
NPM : 26210179
Pelanggaran etika bisnis di era globalisasi ini merupakan hal yang wajar dan biasa saja.Besarnya perusahaan dan pangsapasar, tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran etika berbisnis sekalipun telah diawali dengan ketatnya peraturan.Banyak pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh para pembisnis yang tidak bertanggungjawab.Hal ini membuktikan terjadinya persaingan bisnis yang tidak sehat dengan tujuan untuk menguasai pangsapasar dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemajuan perusahaan tanpa memperdulikan etika berbisnis.Dengan demikian, untuk mewujudkan bisnis yang sehat, maka etika dan norma bisnis harus dijalankan tanpa harus menghalalkan segala cara bahkan mengorbankan lawan bisnis.
Etika
adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan
bagaimana manusia harus bertindak.Tindakan manusia ini ditentukan oleh
bermacam-macam norma.
Analisis
Arti Etika
Untuk menganalisis arti
etika, dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Etika sebagai Praktis
Nilai-nilai
dan norma-norma sejauh ini dipraktek kan atau justru tidak dipraktekkan
walaupun seharusnya dipraktekkan. Apa yang dilakukan sejauh ini sesuai atau
tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
2. Etika sebagai Refleksi
Berbicara
tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksisetis sebagai objeknya. Menyoroti
dan menilai baik buruknya perilaku orang. Dapat dijalan kan pada taraf popular
maupun ilmiah.
Bisnis merupakan suatu
aktivitas usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual
barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat.Secara umum kegiatan ini ada dalam masyarakat dan ada dalam
industry.
Dari
pengertian diatas, maka Etika bisnis dapat disimpulkan yaitu studi yang
dikhususkan nmengenai moral yang benar dan salah.Studi ini berkonsentrasi pada
standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku
bisnis (Velasquez, 2005). Etika bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi
seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur,
transparan, dan sikap yang professional.
Dalam menciptakan etika
bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah :
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggungjawab social
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah
untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat.
5. Mampu menyatakan yang benar itu benar.
6. Menumbuhkan sikap saling percaya antara
golongan pengusaha kuat dan golongan
pengusaha ke bawah.
Ada 3 jenis masalah
yang dihadapi dalam Etika, yaitu:
1. Sistematik
Masalah-masalah
sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai
system ekonomi, politik, hokum, dan system social lainnya.
2. Korporasi
Permasalahan
korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam
perusahaan-perusahaan tertentu.Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang
moralitas aktivitas, kebijakan, praktik, dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan
individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu
tertentu dalam perusahaan.Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas
keputusan, tindakan, dan karakter individual.
Etika
Bisnis yang Baik
Prinsip-prinsip
Etika Bisnis
1. Prinsip
Otonomi
Otonomi
adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan tindakan
berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan.
2. Prinsip
Kejujuran
· Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat
perjanjian dan kontrak
· Kejujuran dalam penawaran barang dan
jasa dengan mutu dan harga sebanding
· Kejujuran dalam hubungan kerja intern
dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip
Keadilan
Prinsip
keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat
dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip
Integritas Moral
Prinsip
ini dihayati sebagaituntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan
agar dia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau namabaik
perusahaan.
Keadilan
dalam Bisnis
1. Keadilan
Legal.
Menyangkut
hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan Negara.Semua pihak
dijamin untuk mendapat pelakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar Negara bersikap
netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, Negara menjamin kegiatan
bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku
secara sama bagi semua pelaku bisnis.
2. Keadilan
Komunitatif
Keadilan
ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan lain. Dalam dunia
bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran
yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
3. Keadilan
Distributif
Distribusi
ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga Negara.Dalam dunia
bisnis keadilan ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan
aturan dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
Kasus
Pelanggaran Hukum yang diawali dengan Pelanggaran Etika di tahun 2013
Siapa
yang tahu tentang kasus Akil Mochtar? Siapa dia? Ya, benar. Beliau adalah
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang tersandung kasus korupsi. Dalam kasus
ini, Akil diduga menerima pemberian hadiah atau janji terkait penanganan
sengketa pilkada di MK. Selain itu, Akil yang juga mantan politikus Partai
Golkar tersebut ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap sengketa Pilkada
Lebak dan Gunung Mas. Dalam pengembangannya, KPK juga menjerat Akil dengan
undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Majelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan sanksi pelanggaran
etika yang serius kepada Akil Mochtar dengan ”pemberhentian tidak dengan
hormat”. Tetapi saat MKMK dibentuk untuk melakukan pemeriksaan pelanggaran
etika kepada Akil ada kontroversi yang menyertai. Yusril Ihza Mahendra misalnya
mengatakan tidak ada gunanya pembentukan MKMK karena jika sudah menjadi
tersangka seperti Akil dengan sendirinya sudah melakukan pelanggaran etika. Ada
juga yang mengatakan, pembentukan MKMK itu hanya sikap defensif MK karena
ketuanya tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi. Yang lain
mengatakan, pembentukan MKMK merupakan langkah tumpang-tindih karena Akil sudah
ditangani secara hukum oleh KPK.
Hujatan
keras masyarakat kepada Akil dan MK adalah wajar. Kasus Akil telah mencoreng
bukan hanya MK, melainkan telah mempermalukan kehormatan negara Indonesia di
muka dunia. Beberapa dubes kita di luar negeri memberitahu Moh Mahfud MD, kalau
dulu MK dipuji-puji oleh para diplomat, sekarang ini malah dicibir sinis.
Tetapi, pembentukan MKMK untuk mengadili pelanggaran etika oleh Akil sangat
penting dan bukan tumpang tindih. Ada KPK dan ada MKMK dapat terus bertindak
menurut jalurnya sendiri. Ada beberapa alasan, mengapa MKMK harus dibentuk.
Pertama,
benar, jika sudah tertangkap tangan melakukan tindak pidana, hampir pasti
pelanggaran etikanya sudah terjadi. Tetapi, untuk menentukan bahwa pelanggaran
etika itu benar-benar terjadi dan harus dijatuhi sanksi, tentu harus ada proses
dan forum resmi yang menetapkannya. MKMK-lah forum dan prosedur untuk memberi
baju atau bentuk atas kebenaran bahwa pelanggaran etika itu benar-benar terjadi
seperti yang dikatakan Yusril. Kalau tidak ada MKMK, pelanggaran etika itu
hanya menjadi wacana atau sekadar anggapan.
Kedua,
tidak benar, jika dikatakan pemeriksaan etika oleh MKMK dan pemeriksaan hukum
oleh KPK itu tumpang tindih. Produk sanksi dari keduanya, jika yang
bersangkutan terbukti bersalah, berbeda. Sanksi yang bisa dijatuhkan dalam
proses hukum di KPK adalah hukuman penjara, penyitaan harta, dan sanksi pidana
lainnya. Sedangkan sanksi pelanggaran etika yang bisa dijatuhkan oleh MKMK
adalah sanksi etik, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim
MK.
Ketiga,
terhadap pernyataan bahwa jika proses hukum pidananya kelak sudah terbukti
bersalah, pemberhentiannya sebagai hakim harus terjadi tanpa ada penghukuman
etika dari MKMK itu pun kurang tepat dari sudut kepentingan umum. Kalau
pemberhentiannya harus menunggu proses hukum sampai berkekuatan hukum tetap, MK
sebagai lembaga negara menjadi sangat terganggu, tidak efisien, dan kurang
efektif. Untuk sampai pada berkekuatan hukum tetap secara pidana kasus Akil ini
sampai pada tingkat kasasi di MA, kalau normal, diperkirakan perlu waktu hampir
dua tahun; padahal kekosongan hakim di MK tidak bisa dibiarkan berlangsung
lama. Posisi Akil harus segera diganti oleh hakim lain. Nah, pengisian
kekosongan ini harus dilakukan melalui pemberhentian secepatnya bagi Akil
melalui MKMK.
Keempat,
ada juga yang mengatakan, MKMK tidak diperlukan karena Akil sudah menyatakan
mengundurkan diri sebagai hakim sehingga tidak perlu diberhentikan lagi oleh
MKMK. Pendapat ini pun kurang tepat. Kalau Akil diberhentikan dengan alasan
yang bersangkutan sudah mengundurkan diri berarti pemberhentiannya adalah
pemberhentian dengan hormat dan dengan hak-hak pensiun dan fasilitas lain
sebagai mantan pejabat negara. Padahal dalam kasus yang menggegerkan seperti
kasus Akil ini hampir tak mungkin kita bersetuju kalau Akil diberhentikan dengan
hormat. Moralitas dan rasa keadilan kita
akan mengatakan, Akil harus dijatuhi hukuman pelanggaran etika terberat yaitu
pemberhentian tidak dengan hormat dan bukan pemberhentian dengan hormat. Sebab
itu, benar sikap MK, pengunduran diri Akil sampai sekarang tidak diproses
sampai ada keputusan MKMK. Jika seseorang melakukan pelanggaran kemudian
mengundurkan diri dan langsung dikabulkan, nanti akan banyak orang melanggar
dan segera mengundurkan diri sebelum diadili secara etik agar bisa
diberhentikan dengan hormat.
Ada
alasan lain, yang kelima, di dalam profesi-profesi lain seperti dokter,
wartawan, ombudsman, dan akuntan selalu ada pengadilan etika secara internal
yang bisa menjatuhkan sanksi lebih dulu kepada anggotanya sebelum ada putusan
pengadilan jika yang bersangkutan disangka, bahkan baru diduga, melakukan
pelanggaran hukum. Wartawan yang melakukan tindak pidana seperti pemerasan atau
pemfitnahan bisa diberhentikan lebih dulu sebelum proses hukum pidananya final.
Jadi tidak ada yang salah kalau MK membentuk MKMK yang kemudian segera
memberhentikan Akil tidak dengan hormat.
Menurut
saya, saya setuju jika akil diberhentikan tidak dengan hormat dan MKMK sangat
berguna untuk dibentuk, karena MKMK-lah forum dan prosedur untuk memberi baju
atau bentuk atas kebenaran bahwa pelanggaran etika itu benar-benar terjadi
walapun ketuanya. Kalau tidak ada MKMK, pelanggaran etika itu hanya menjadi
wacana atau sekadar anggapan. Dan mengapa lagi-lagi MKMK diperlukan karena
proses hukum di KPK hanyalah hukuman penjara, penyitaan harta, dan sanksi
pidana lainnya. Sedangkan sanksi pelanggaran etika yang bisa dijatuhkan oleh
MKMK adalah sanksi etik, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
hakim MK. Oleh sebab itu akil harus segera diberhentikan tidak dengan hormat,
maka posisi Akil harus segera diganti oleh hakim lain dan kekosongan ini harus
dilakukan melalui pemberhentian secepatnya bagi Akil melalui MKMK.
Melihat
perkembangan proses hukum pada Akil yang ternyata terlibat dalam sangkaan
banyak kasus seperti korupsi, penyuapan, tindak pidana pencucian uang, dan
(teranyar) dugaan kejahatan narkoba memang Akil ini harus diberhentikan tidak
dengan hormat lebih dulu sesuai dengan kewenangan majelis kehormatan yang
diberikan peraturan perundang- undangan. Kita tidak boleh menunggu selesai
proses hukum yang pasti akan lama. Kita tak ingin telanjur ada keppres
pemberhentian dengan hormat, padahal hukuman yang layak, di luar kasus
pidananya, adalah “pemberhentian tidak dengan hormat”.
Sumber :
Tidak ada komentar :
Posting Komentar